Kamis, 17 Februari 2011

akuntansi

Latar Belakang

Penggunaan Activity Based Costing akan sangat membantu perusahaan karena memberikan informasi yang lebih akurat mengenai harga pokok konstruksi sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang bijaksana bagi perusahaan.

Tujuan suatu perusahaan adalah untuk dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta dapat meningkatkan profitabilitas dari waktu ke waktu dimana ketiganya adalah pedoman menuju arah strategis semua organisasi bisnis. Semakin derasnya arus teknologi dan informasi, menuntut setiap perusahaan untuk lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam persaingan global. Salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dengan mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respons terhadap berbagai kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, agar perusahaan dapat mengelola usahanya dengan efektif dan efisien membutuhkan sistem informasi yang sistematik untuk dapat terus bertahan guna menghadapi persaingan global yang pesat dan kompleks.

Perusahaan jasa khususnya perusahaan jasa konstruksi adalah salah satu yang juga harus bersaing dalam persaingan global yang semakin lama semakin pesat perkembangannya guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan jasa konstruksi adalah perusahaan yang berbeda dengan perusahaan jasa lainnya. Hal ini disebabkan adanya karakteristik yang khas yaitu terletak pada ukuran periode akuntansi yang umumnya lebih dari satu periode akuntansi atau lebih dari satu tahun. Di lain pihak, perusahaan harus menyediakan informasi mengenai posisi keuangan yang dibutuhkan oleh perusahaan itu sendiri atau oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu satu tahun atau satu periode akuntansi.

Melihat kondisi diatas, agar perusahaan jasa konstruksi dapat menyajikan jumlah laba yang wajar, maka dalam proses penyusunan laporan keuangan perlu melakukan proses mempertemukan antara pendapatan dan pembebanan biaya-biaya. Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting dalam hal ini. Akuntansi biaya memiliki fungsi untuk menyajikan secara rinci informasi tentang pendapatan yang diperoleh dengan berbagai biaya sumber daya yang dikonsumsi untuk menyelesaikan satu pesanan. Salah satu bentuk informasi penting dalam operasi perusahaan antara lain berupa informasi harga pokok produksi. Yang merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan manajerial. Harga pokok produksi atau dalam perusahaan jasa konstruksi lebih dikenal dengan istilah harga pokok konstruksi terdiri dari tiga macam biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead. Perhitungan harga pokok konstruksi yang akurat merupakan hal yang penting terutama bagi perusahaan jasa konstruksi yang proses produksinya berdasarkan pesanan yang berbeda-beda. Perhitungan harga pokok konstruksi berkaitan dengan sistem akuntansi biaya yang digunakan oleh perusahaan.

Dalam functional based system atau sistem tradisional, perhitungan biaya didasarkan asumsi bahwa produk individual menyebabkan timbulnya biaya. Dengan asumsi seperti diatas, sistem tradisional membebankan biaya ke produk berdasarkan konsumsi biaya yang berhubungan dengan jumlah unit yang diproduksi. Apabila kita menghitung biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung, hal ini tidak menjadi masalah jika menggunakan sistem tradisional. Namun, lain soal jika kita menghitung biaya overhead. Dalam sistem tradisional, biaya overhead diasumsikan proporsional dengan dengan jumlah unit yang diproduksi. Namun pada kenyataannya banyak sumber daya-sumber data atau biaya-biaya yang timbul dari aktivitas-aktivitas yang tidak berhubungan dengan volume produksi. Sehingga, sistem tradisional tidak lagi sesuai dengan kondisi perusahaan yang semakin berkembang dari waktu ke waktu, apalagi perusahaan dituntut untuk menyelesaikan pesanan sesuai dengan permintaan pelanggan yang pasti berbeda antara pelanggan yang satu dengan yang lain.

Sistem tradisional tidak dapat menunjukkan berapa biaya yang sesungguhnya dikonsumsi dalam tiap pesanan yang dikerjakan oleh perusahaan. Hal ini akan sangat merugikan perusahaan khususnya perusahaan jasa konstruksi yang mengerjakan berbagai jenis pesanan dari pelanggan yang berbeda-beda. Alokasi biaya dengan sistem ini mengakibatkan penyimpangan karena tiap pesanan atau produk tidak mengkonsumsi biaya overhead secara proporsional terhadap unit yang diproduksi. Kondisi seperti ini mengakibatkan kekeliruan dalam perhitungan harga pokok konstruksi yang berimbas pada strategi penetapan harga jual, keputusan manajerial yang tepat, alokasi sumber daya yang tidak efektif, bahkan hilangnya keunggulan kompetitif.

Untuk mengatasi kelemahan sistem tradisional, maka digunakan metode perhitungan biaya produksi berdasarkan aktivitas atau Activity Based Costing (ABC) yang akan membantu pihak manajemen untuk mengalokasikan biaya overhead yang lebih akurat. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas diperkenalkan dan didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, ABC memiliki penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Perhitungan biaya produk tradisional menelusuri hanya biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Tetapi, ABC mengakui bahwa banyak biaya-biaya lain yang pada kenyataannya dapat ditelusuri tidak ke unit output, tetapi ke aktivitas yang diperlukan untuk memproduksi output. Dengan demikian, penggunaan metode Activity Based Costing ini akan mampu memberikan informasi harga pokok konstruksi yang lebih akurat.

Activity Based Costing System (ABC Systerm)

Lingkungan teknologi manufaktur maju memerlukan sistem informasi akuntansi yang dirancang untuk mengelola aktivitas dan mempertahankan keunggulan bersaing. Sistem tersebut dinamakan akuntansi aktivitas (Activity Accounting) atau disebut pula Activity Based Costing System (ABC System). Sistem ini juga dapat digunakan untuk menilai kinerja dengan cara-cara yang baru.

Dalam ABC system, aktivitas dianggap sebagai penyebab timbulnya biaya produksi. Namun lebih dari itu, ABC System juga menekankan pada aspek perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan oleh manajer.

a. Pengertian Activity Based Costing System

Hongren mendefinisikan ABC Sistem sebagai :”… is a system that first accumulates the costs of each activity of an organization and then applies the costs of activities to the products, services, or other cost objects using appropriate cost drivers”. (Charles T. Hongren, Sundem, & Stratton, 1996 : 502)

Secara umum pengertian Activity Based Costing System (ABC System) adalah suatu sistem biaya yang mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam perusahaan lalu membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada produk atau jasa, dan melaporkan biaya aktivitas dan produk atau jasa tersebut pada manajemen agar selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan.

b. Asumsi Dasar Pada ABC System

Activity Based Costing System timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk. Kebutuhan akan informasi biaya yang akurat tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Persaingan global (Global Competition) yang dihadapi perusahaan manufaktur memaksa manajemen untuk mencari berbagai alternatif pembuatan produk yang cost effective.

2. Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product cost menjadi dominan.

3. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam kompetisi global, perusahaan manufaktur harus menerapkan market–driven strategy.

4. Market–driven strategy menuntut manajemen untuk inovatif.

5. Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang sangat bermanfaat dengan cukup akurat.

c. Manfaat Activity Based Costing System

1. Memperbaiki kualitas pembuatan keputusan.

2. Menyediakan informasi biaya berdasarkan aktifitas, sehingga memungkinkan manajemen melakukan manajemen berbasis aktivitas (activity based management).

3. Perbaikan berkesinambungan terhadap aktivitas untuk mengurangi biaya overhead pabrik.

4. Memberikan kemudahan dalam estimasi biaya relevan.

Klaim Utama yang dilakukan oleh T. Lucy sehubungan dengan ABC yaitu :

a. Biaya produk yang lebih realistik khususnya tersedia dalam pabrik berteknologi manufakturing yang maju (AMT / Advanced Manufacturing Technology) dimana overhead pendukung merupakan suatu proporsi yang signifikan dari biaya total.

b. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik modern, terdapat sejumlah aktivitas non unit yang berkembang. ABC memberi perhatian pada semua aktivitas.

c. ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activities cause cost), bukan produk dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.

d. ABC memfokus perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.

e. ABC mengakui kompleksitas dari diversitas dari produksi yang modern dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers), banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi (transaction-based) daripada berbasis volume produk.

f. ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variable product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan strategik.

g. ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggung jawab manajerial, dan juga biaya produk.

h. ABC memberikan tolok ukur keuangan yang berguna (misalnya tarif pemacu biaya / cost driver rates) dan tolok ukur non keuangan (misalnya volume transaksi.

d. Keterbatasan Activity Based Costing System

Secara teori ABC system dianggap dapat memberikan informasi dan kinerja yang lebih unggul dibandingkan sistem akuntansi biaya tradisional. Akan tetapi, bukti bahwa ABC System dapat menghasilkan informasi biaya yang akurat tidak menjamin bahwa sistem ini merupakan sistem yang sempurna karena ternyata sistem ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan ABC System ini diantaranya adalah:

(1) Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi berbagai macam produk dan berada di dalam lingkungan persaingan tertentu.

(2) Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas yang lebih menekankan pada permasalahan alokasi atau pembebanan biaya-biaya manufaktur, pemasaran, penelitian dan pengembangan dan lain-lainnya tidak menjelaskan bagaimana portfolio atau komposisi produk yang paling optimal.

(3) Secara konseptual penentuan harga pokok berbasis aktivitas mempunyai kelemahan sebagai berikut :

a. Beberapa biaya masih dialokasikan secara arbitrer.

b. Dalam penentuan harga pokok produk masih terdapat penggunaan periode-periode waktu secara arbitrer.

c. Penentuan harga pokok berbasis aktivitas untuk biaya-biaya pemanufakturan mengabaikan beberapa biaya yang dapat diidentifikasikan terhadap produk tertentu dari analisa harga pokok produk.

(4) Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas tidak dapat menunjukkan biaya-biaya yang dapat dihindarkan jika suatu produk jasa atau segmen organisasi tertentu dieliminasi.

Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki ABC System masih perlu dipikirkan pemecahannya sehingga ABC System benar-benar dapat menjadi sistem yang menyajikan informasi biaya yang akurat dan relevan serta dapat mendukung pengambilan keputusan yang dilakukan manajemen.

e. Kondisi Yang Diperlukan Dalam Penerapan ABC System

Meskipun secara teoritis dapat diketahui bahwa ABC system memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun tidak semua perusahaan dapat menerapkan sistem ini. Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh perusahan yang akan menerapkan ABC System, yaitu :

1. Biaya-biaya berdasar non-unit harus merupakan persentase signifikan dari biaya overhead. Jika biaya-biaya ini jumlahnya kecil, maka sama sekali tidak ada masalah dalam pengalokasiannya pada tiap produk.

2. Rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar unit dan aktivitas-aktivitas berdasar non-unit harus berbeda. Jika berbagai produk menggunakan semua aktivitas overhead dengan rasio kira-kira sama, maka tidak ada masalah jika cost driver berdasar unit digunakan untuk mengalokasikan semua biaya overhead pada setiap produk. Jika berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem konvensional atau ABC System membebankan overhead pabrik dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produknya homogen (diversifikasi produknya rendah) dapat menggunakan sistem konvensional tanpa ada masalah.

f. Penentuan Harga Pokok Dengan Menggunakan ABC System

Sistem akuntansi biaya tradisional membebankan biaya overhead pabrik melalui dua tahap pembebanan yaitu pembebanan biaya overhead seperti sistem akuntansi biaya tradisional. Perbedaan antara kedua metode tersebut terletak pada dasar pembebanan (cost driver) yang digunakan. Sistem akuntansi biaya tradisional hanya menggunakan satu dasar pembebanan (cost driver) yaitu unit produksi, sedangkan ABC System menggunakan lebih dari satu cost driver sehingga informasi yang dihasilkan juga lebih akurat dan teliti.

Tahap-tahap pembebanan biaya overhead pabrik pada ABC System adalah :

1. Tahap I

a. Biaya overhead pabrik dibebankan pada aktivitas-aktivitas yang sesuai.

b. Biaya-biaya aktivitas tersebut dikelompokkan dalam beberapa cost pool yang homogen.

c. Menentukan tarif untuk masing-masing kelompok (cost pool). Tarif dihitung dengan cara membagi jumlah semua biaya didalam cost pool dengna suatu ukuran aktivitas yang dilakukan. Tarif pool ini juga berarti biaya per unit pemacu biaya (cost driver).

2. Tahap II

Biaya-biaya aktivitas dibebankan ke produk berdasarkan konsumsi atau permintaan aktivitas oleh masing-masing produk. Jadi pada tahap ini biaya-biaya tiap pool aktivitas ditelusur ke produk dengan menggunaan tarif pool dan ukuran besarnya sumber daya yang dikonsumsi oleh tiap produk.

g. Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas

Pada tahap pertama, aktivitas diidentifikasikan, biaya-biaya dibebankan kepada aktivitas, aktivitas yang berkaitan digabungkan menjadi satu kelompok, kelompok biaya sejenis dibentuk, dan tarif kelompok dihitung. Pada tahap kedua, setiap permintaan produk untuk sumber daya kelompok diukur dan biaya-biaya dibebankan kepada produk dengan menggunakan permintaan ini dan tarif kelompok yang mewakili. Namun, untuk menghindari kerancuan pada konsep dasar, kita menghindari setiap pembahasan detail dari beberapa langkah prosedur tahap pertama. Kita sekarang beralih ke penjelasan yang lebih rinci dari dua langkah pertama : (1) identifikasi aktivitas dan (2) klasifikasi aktivitas ke dalam kelompok sejenis. Bagaimana biaya-biaya dibebankan ke aktivitas dibahas dalam bagian yang berbeda.

Konsep ABC System, bahwa biaya produk ditimbulkan oleh aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan volume produk maupun aktivitas yang tidak berkaitan dengan volume produk. BOP merupakan biaya yang akan diatribusikan kepada produk berdasarkan pemicu biaya (cost drivers), bukan berdasarkan volume produk.

Aktivitas merupakan tindakan yang berulang-ulang untuk memenuhi fungsi bisnis. Setiap aktivitas dapat ditentukan sebagai value added atau non value added. Kaplan (1991), menyatakan bahwa, sistem manajemen biaya mempunyai dua sisi pengukuran kinerja, yaitu finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja yang bersifat finansial digunakan untuk pengukuran kinerja periodik dan untuk penentuan biaya produk yang akurat. Sedangkan pengukuran kinerja non finansial dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki secara terus menerus proses produksi dengan mengurangi non value added time. Continuous improvement ini mengacu pada falsafah pengolahan bernilai tambah (value added manufacturing), yang mengacu pada kegiatan manufaktur yang terbaik dan sederhana, sehingga sistem manufaktur menjadi lebih efisien.

Dalam value added manufaturing, pemborosan diartikan secara luas, yaitu setiap kegiatan dalam pengolahan yang tidak menghasilkan nilai tambah, seperti inspection time, waiting time dan moving time. Dengan demikian apabila tidak terdapat pemborosan maka nilai masing-masing inspection time, waiting time dan moving time sama dengan nol. Non value added dapat disebabkan oleh faktor yang bersifat sistemik, fisik dan manusiawi, misalnya mesin mempunyai sistem yang mengharuskan setiap proses produksi harus dalam batch yang besar, tenaga kerja yang kurang terampil mengakibatkan meningkatnya biaya tenaga kerja.

A. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit

Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Sebagai contoh tenaga langsung, jam mesin, dan jam listrik (energi) digunakan setiap saat satu unit produk dihasilkan.

B. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch

Aktivitas-aktivitas berlevel batch adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerakan bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi.

C. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk

Aktivitas-aktivitas berlevel produk adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Contoh aktivitas yang termasuk dalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaan proses, spesifikasi produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk.

D. Aktivitas Berlevel Fasilitas

Aktivitas berlevel fasilitas adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya : manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan, penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta depresiasi pabrik.

h. Cost Pool

Cost Pool adalah kelompok biaya yang disebabkan oleh aktivitas yang bersama dengan satu dasar pembebanan (cost driver). Cost pool digunakan untuk mempermudah manajemen dalam membebankan biaya-biaya yang timbul. Cost pool berisi aktivitas yang biayanya memiliki korelasi positif antara cost driver dengan biaya aktivitas. Tiap-tiap cost pool menampung biaya-biaya dari transaksi-transaksi yang homogen. Semakin tinggi tingkat kesamaan aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan, semakin sedikit cost pool yang dibutuhkan untuk membebankan biaya-biaya tersebut. Sistem biaya yang menggunakan beberapa cost pool akan lebih menjelaskan hubungan sebab-akibat antara biaya yang timbul dengan produk yang dihasilkan.

Cost pool berguna untuk menentukan cost pool rate yang merupakan tarif biaya overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung untuk setiap kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dasar pengukuran aktivitas kelompok tersebut.

i. Cost Driver

Cost driver atau pemicu biaya digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada output yang secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya konvensional. Atau faktor-faktor penyebab yang menjelaskan konsumsi overhead. Cost driver merupakan dasar yang digunakan untuk membebankan biaya yang terkumpul pada cost pool kepada produk.

Identifikasi cost driver adalah komponen yang penting dalam pengendalian biaya tak bernilai tambah. Jika kinerja individual dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mengendalikan biaya tak bernilai tambah, maka pemilihan cost driver dan bagaimana cost driver tersebut digunakan dapat mempengaruhi perilaku para individu. Jika cost driver biaya untuk biaya setup yang dipilih adalah waktu setup, maka insentif harus diciptakan bagi pekerja agar mereka dapat mengurangi waktu setup.

KESIMPULAN

Produksi dengan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) banusk digunakan agar dapat membandingkan biaya produksi antara metode konvensional dengan metode Activity Based Costing (ABC) penerapan metode metode Activity Based Costing (ABC) yang dapat lebih membantu pihak manajemen dalam menetapkan harga jualnya ke konsumen dan membantu mengambil setiap keputusan pada masa yang akan datang secara tepat, sehingga dapat digunakan untuk menghadapi persaingan industri yang semakin ketat.

PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat dengan berbagai referensi yang kami ambil dati internet. Kami mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Apabila masih terdapat kesalahan, sekiranya kami harap bapak bisa memakluminya. Sekian dari kami. Wass.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar